Monday, October 10, 2011

Apa kamu beneran 'mau' marah?

Saat aku menulis ini aku sedang tidak marah. Sebenernya sudah dari kemaren aku ingin menulis ini, saat aku merasakan sedikit perasaan emmm marah...

Sempet kemaren marasa sebel dengan seseorang, 'hanya gara-gara ucapan' Mungkin kedengarannya simple sekali. Ya memang simpel.

Tapi sungguh aku tidak betah kalau harus mendiamkan marahku dan tetap menyimpannya didalam hati. Meskipun masih merasa sebel tapi aku nggak betah dengan suasana seperti itu.

Sehari aku ngambek dan cuek, hingga akhirnya aku sadar aku memikirkan masalah yang sebenernya tidak penting. dan sepertinya kasian sekali hidupku kalau hanya karena masalah sepele harus bersedih...


... Buka FB
Secara kebetulan di facebook aku baca postingan dari Pak Mario Teguh, cukup menginspirasi buatku...

Pikirkan terlebih dahulu sebelum kamu memutuskan untuk marah
Berhati-hatilah dalam pelampiasan kemarahanmu.
Janganlah engkau merasa aman karena engkau hanya melampiaskannya sebentar, tidak lama, dan segera setelah itu engkau bersabar lagi, dan meminta maaf.
Sekejap meledaknya kemarahan, sama dengan kejapan ledakan bom atom.
Bagaimana engkau bisa mengharapkan hati orang lain akan seutuhnya pulih dari kerusakan yang terjadi dalam sekejap itu?
Marahlah, tapi gunakanlah tenaga dari kemarahanmu untuk justru menaikkan kelasmu.

Mario Teguh


Kata-kata yang menyentuhku adalah sekejap saja kita meledakkan kemarahan, maka sama dengan kejapan ledakan bom atom.
Hmmm ya memang, aku pikir juga begitu. Biasanya setelah aku marah, setelah itu ada perasaan seperti 'menyesal' atau apa semacam itu...
dan akhirnya gantian aku yang merasa bersalah...
(ngambek gantian ceritanya...)


...sebuah cerita berjudul Paku dan Kemarahan
 Suatu ketika ada seorang anak laki-laki yang mempunyai sifat pemarah. Untuk mengurangi kebiasaan pemarahnya, ayahnya memberikan sekantong paku dan mengatakan pada anak itu untuk memakukan sebuah paku di pagar belakang rumah setiap kali dia marah.

Hari pertama anak itu telah memakuakan 48 buah paku ke pagar… Lalu secara bertahap jumlah itu mulai berkurang. Dia mendapati bahwa ternyata lebih mudah menahan amarahnya daripada memakukan paku ke pagar rumah.

Akhirnya tibalah waktu dimana anak itu merasa sama sekali bisa mengendalikan amarahnya dan tidak cepat kehilangan kesabarannya. Dia memberitahukan hal ini kepada ayahnya, yang kemudian mengusulkan agar dia mencabut satu paku untuk setiap hari dimana dia tidak marah.

Hari-hari berlalu, dan anak laki-laki itu akhirnya memberitahu ayahnya bahwa semua paku telah tercabut olehnya. Lalu sang ayah menuntun anaknya ke pagar. “Hmm, kamu telah berhasil dengan baik anakku, tapi lihatlah lubang-lubang dipagar ini. Pagar ini tidak akan pernah bisa sama seperti sebelumnya.” Sang ayah terdiam sejenak, lalu kembali melanjutkan kata-katanya, “Ketika kamu mengatakan sesuatu dalam kemarahanmu, kata-katamu telah meninggalkan bekas seperti lubang ini…di hati orang lain.”

“Kamu dapat menusukkan pisau pada seseorang, lalu mencabut pisau itu…Tetapi tidak peduli berapa kali kamu meminta maaf, luka tusukan itu akan tetap selalu ada…dan luka karena kata-kata adalah sama buruknya dengan luka pada fisik kita…”

###




Ya memang saat kita marah tanpa kita sadari kita akan melakukan hal-hal yang bisa menyakiti perasaan orang lain. Berkata-kata kasar atau lebih parah dari itu. *jangan ya... Maka dari itu lebih baik pikirkan lagi kalau kita mau marah. Sebenernya marah kita itu berguna atau tidak. Ataukah dengan kita marah justru memperburuk situasi, dan memperbesar masalah? Bersikaplah sebagai orang dewasa... yang bisa menyederhanakan masalah bukan malah membuatnya menjadi semakin rumit.

Good Luck untuk hari ini, tetap semangat :')

2 comments:

  1. Salam kenal Mbak Sutri, artikelnya bagus mbak, terima kasih ya sudah berkenan berbagi pengalaman dan ilmunya, sukses untuk mbak semoga blognya makin maju dan bermanfaat untuk orang banyak.. :)

    Salam.

    ReplyDelete
  2. amin... :)sukses selalu juga buat mas chyardi
    mksy y udah berkunjung...

    ReplyDelete

Silakan tinggalkan komentar anda...